Masalah dan Kendala Pemasaran Produk Agribisnis


Agricultural Products and Technology Expo 2015
 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta.

 
 Masalah pemasaran produk hasil pertanian di Indonesia adalah rendahnya mutu sumber daya manusia, khususnya di daerah pedesaan. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia ini tidak didukung pula oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra panen sampai ke pasca panen dan pemasaran tidak dilakukan denga baik. Disamping itu, pembinaan petani selama ini lebih banyak kepada praktek budidaya dan belum mengarahkan kepada praktek pemasaran. Hal ini menyebabkan pengetahuan petani tentang pemasaran tetap saja kurang, sehingga subsistem pemasaran menjadi yang paling lemah dan perlu dibangun dalam sistem agribisnis. Diharapkan pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan yang berbasis agribisnis. Model yang dimaksud untuk mencoba menetralisir pembagian pendapatan yang tidak adil antara petani perkebunan(khususnya kelapa sawit dan karet) dengan petani non perkebunan (tanaman pangan dan holtikultura).Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, kebijakan ekonomi harus fokus pada pemberdayaan ekonomi rakyat harus berbasis pertanian, karena sebagian besar hidup mereka pada sektor pertanian. Pelaksanaan pembangunan pertanian di daerah pedesaan harus dirancang dengan sistem agribisnis yang melibatkan berbagai lembaga ekonomi dan lembaga penunjang.


Kendala Pemasaran Produk Agribisnis

Ada beberapa kendala yang harus dihadapi dalam pemasaran produk agribisnis, diantaranya :

1. Kesinambungan Produksi
                Salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil pertanian berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu :
1. Volume produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil
2. Produksi bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu
3. Lokasi usaha tani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan produksi
4. Sifat produksi pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat
2. Kurang Memadainya Pasar
                Hal lain berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada tiga cara penetapan harga jual produk pertanian yaitu sesuai dengan harga yang berlaku, tawar-menawar dan borongan. Pemasaran sesuai dengan harga yang berlaku tergantung dengan penawaran dan permintaan yang mengikuti mekanisme pasar. Penetapan harga melalui tawar menawar lebih bersifat kekeluargaan, apabila tercapai kesepakatan antara penjual dan pembeli maka transaksi terlaksana. Praktik pemasaran dengan cara borongan terjadi karena keadaan keuangan petani yang masih rendah.
3. Panjangnya Saluran Pemasaran
                Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biasa yang dikeluarkan, serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang. Hal tersebut cenderung memperkecil bagian yang diterima petani dan memperbesar biaya yang dibayarkan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran ditandai dengan jumlah pedagang perantara yang harus dilalui dari petani sampai kekonsumen.
4. Rendahnya Kemampuan Tawar-menawar
                Kemampuan petani dalam penawaran dalam produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah. Berdasarkan keadaan tersebut, maka yang meraih keuntungan besar pada umumnya adalah pihak pedagang.
5. Berfluktuasi Harga
                Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi bergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu perbulan, perminggu bahkan perhari atau dapat terjadi dalam jangka panjang. Keadaan tersebut menyebabkan petani sulit melakukan perencanaan produksi, pedagang juga sulit dalam memperkirakan permintaan.
6. Kurangnya Informasi Pasar
                Informasi pasar merupakan fakta yang menentukan apa yang diproduksi, dimana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik. Kondisi tersebut menyebabkan usaha tahi dilakukan tanpa melalui perencanaan yang matangl begitu pula pedagang tidak mengetahui kondisi  asar dengan baik, terutama kondisi makro.
7. Rendahnya Kualitas Produksi
                Rendahnya kualitas yang dihasillkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul dengan penanganan kegiatan mulai prapanen sampai panen yang belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu produk yang dihasilkan juga ditentukan pada kegiatan pascapanen, seperti melalui standarusasi dan grading.
8. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia
                Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia di pedesaan tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari panen sampai pascapanen tidak dilakukan dengan baik. Disamping itu, pembinaan petani selama ini lebih banyak kepada praktek budidaya dan belum mengarahkan kepada praktek pemasaran.


Agriculture From Past Until Now

Agriculture includes cultivation of crops as tending of livestock for the purpose of production of food and fiber for humans. Mankind began to cultivate food crops about 10,000 years ago. Prior to that time, hunter-gatherers secured their food as they traveled in the nearby environment. When they observed some of the grains left behind at their campsites sprouting and growing to harvest, they began to cultivate these grains. From these humble beginnings agriculture began. Slash and burn, an early type of crop culture, remains today a truly sustainable agriculture, one that is independent of fossil fuel energy. In such a system, about ten hectares of productive land is held in fallow for each planted hectare. With this rotation system, a hectare is planted once every 20 years, allowing the soil to reaccumulate vital plant nutrients. Although the practice requires large acreages and large labor inputs, the crop yields are adequate. For example, corn with ample rainfall can yield about 2000 kilograms per hectare (kg/ha). over time, human labor in agriculture has decreased, first because of the use of animals and finally with machinery powered by fossil fuels. Currently, plentiful and economical fossil energy supports an era of machinery and agricultural chemicals. About 1000 liters of oil equivalent are used to produce a hectare of corn with a yield of 9,000 kg/ha. One-third of this energy is used to replace labor, one-third for fertilizers, and one-third for others.
Worldwide, more than 99.7% of human food (calories) comes from the land. Serious environmental impacts, such as soil erosion, water pollution from surface runoff, and pesticide pollution, result from fossil fuel-intensive agriculture. A critical need exists to assess fossil energy limits, the sustainability of agriculture, and the food needs of a rapidly growing world population.Humans began to cultivate food crops and domesticate livestock approximately 10,000 years ago. Prior to that time, hunter-gatherers secured their food as they traveled in the nearby environment. When they observed some of the grains left behind at their campsites sprouting and growing to harvest, they began to cultivate these grains. From these humble beginnings agriculture began.

Camels pulling plough in western Morocco north of Essaouira.
 Source: Michael Hogan Prehistory
Slash and burn, an early type of crop culture, remains today a widespread form of agriculture in developing countries, that is independent of fossil fuel energy. In such a system, about ten hectares of productive land is held in fallow for each planted hectare. With this rotation system, a hectare is planted once every 20 years, allowing the soil to reaccumulate vital plant nutrients. Although the practice requires large acreages and large labor inputs, the crop yields are adequate for a family unit. For example, corn with ample rainfallcan yield about 2000 kilograms per hectare (kg/ha).
Pollen core analysis and other forms of scientific research have revealed details of early human agricultural enterprises.  Some of the world regions with clearly defined agriculture as early as the early to mid  Holocene are the Nile Delta, (Boahen and Josephy, 1971) Mesopotamia, Indus Valley, China, Scandinavia, Orkney Islands, southern Europe and ancient Mauritania. As hunter-gatherer patterns transitioned to seasonal or permanent agricultural settlements, the human energy savings afforded by agricultural practices became translated into the first major public works projects of building elaborate structures of stone and mud-dried brick. By the later mid-Holocene (e.g. 5000 to 3000 years before present) advances in agricultural techniques spread by diffusion and innovation to more remote parts of Asia, the Mediterranean islands, the Americas and throughout the British Isles.There is evidence in disparate world regions that agriculture was practiced in non-sustainable fashions in some areas as early as the period 1400 to 4000 years before present; for example architectural and pollen core records in such locations as Creteand in the Mayan culture of Central America that fiber and food harvesting exceeded the local environment's capablity for time continuity of production.
Over time, human labor in agriculture has decreased, both due to the use of animals and later with machinery powered by fossil fuels. Currently, plentiful and economical fossil energy supports an era of machinery and agricultural chemicals. About 1000 liters of petroleum equivalent are used to produce a hectare of corn with a yield of 9000 kg/ha. One-third of this energy is used to replace labor, one-third forfertilizers, and one-third for others.

Polyculture of rice paddy/fish farming valley and
 benched upland crops. eastern madagascar.
Source: C Michael Hogan
Polyculture of rice paddy/fish farming valley and benched upland crops. eastern madagascar. Source: C Michael HoganAgricultural practices for crops can be classified as to cropping patterns, water management, tillage methods, nutrient supply, pest control and harvesting techniques. Cropping patterns consider such variables as seasonal or annual rotation, fallow periods, geometry of planted area, and monoculture versus polyculture planting. Choice among these patterns will affect the ability of soils to regenerate, the ability to sustain water supplies over an indefinite period and the total demand on external  resources needed to sustain the activity.For example soil regeneration of one centimeter in depth requires approximately one millennium.
Water management choices may involve selection of groundwater, surface water or unirrigated  strategies. Groundwater use is a method that must be very carefully constructed, since it may subject the aquifer to  overdraft, potentially leading to catastrophic cessation of water yields; this phenomenon is currently observable in parts of the western plains in the USA (House. 2006) and on the North China Plain, as well as numerous other world regions. Furthermore, groundwater extraction generally requires a very high energy input in order to pump water to the root zone.

Major crops
Biomass derived from plants is by far the most energy efficient way of delivering food to humans (or any omnivorous species). The limiting factors of producing such vegetative biomass are the processes of carbonand nitrogen fixation. Carbon fixation is chiefly conducted through photosynthesis, whereas nitrogen fixation in the natural environment is mainly conducted through symbiosis of certain host root systems with soil bacteria. Nitrogen fixation in vegetation normally produces ammonia, which in turn is used byplants to produce amino acids and proteins. Nitrogen fixation can also be accelerated by the very energy intensive industrial process of ammonia manufacture.
Photosynthetic biomass production is important in a large variety of basic foods including leafy vegetables, tubers and pulses. Nitrogen fixation is key in growth of legumes such as soybeans, lima beans, peanuts and kidney beans. Indirectly it is important for many other plants by producing nitrogen in the fallow cycle for such crops as alfalfa.
About half of the caloric intake of the human population derives from cereals. While these crops are relatively energy efficient to produce, the expansion of rice cultivation is placing an increasing pressure on water resources, a scarce commodity in today's world.

Pengertian Agribisnis Manajemen




1. Pengertian Manajemen Agribisnis

Agribisnis adalah semua aktivitas dalam bidang pertanian.Mulai dari industri hulu,usaha tani,indutri hilir hingga distribusinya.

Sedangkan, manajemen adalah suatu proses untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan dengnan menggunakan sumber daya yang tersedia dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan,fungsi pengorganisasian,fungsi pengarahan dan pengimplementasian dan fungsi pengawasan dan pengendalain.

Dengan demikian Manajemen Agribisnis adalah suatu kegiatan dalam bidang pertanian yang menerapkan manajemen dengan melaksanakan fungsi fungsi perencanaan,fungsi pengorganisasian,fungsi pengarahan dan pengendalian dan fungsi pengawasan dan pengendalain dengan menggunakan sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan produk pertanian dan keuntungan yang maksimal.


2. Menejer Agribisnis



Manajer

adalah orang yang melakukan kegiatan manajemen


Manajer

adalah individu yang bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan kegiatan dalam sebuah organisasi dijalankan bersama peran anggota dari organisasi.


Menejer Agribisnis

adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam kegiatan sector pertanian mulai dari subsistem hulu,subsistem usaha tani,subsistem pengolahan,subsistem pemasaran dan subsistem penyedian jasa.


3. Kekhususan Manajemen Agribisnis

Adapun kekhususan manajemen agribisnis adalah :
1.    Keanekaragaman jenis bisnis yang sangat besar pada sector agribisnis yaitu dari para produsen dasar sampai para pengirim,perantara,pedagang borongan,pemproses,pengepak,pembuat barang,usaha pergudangan, pengangkutan,lembaga keuangan,pengecer,kongsi bahan pangan,restoran sampai daftar ini tidak ada akhirnya.
2.    Besarnya jumlah agribisnis, secara kasar berjuta- juta bisnis yang berbeda telah lazim menangani rute dari produsen sampai ke pemasar encer.
3.    Cara pembentukan agribisnis dasar di sekeliling pengusaha tani. Para pengusaha tani ini menghasilkan beratus-ratus macam bahan pangan dan sandang (serat).
4.    Keanekaragaman yang tidak menentu dalam hal ukuran agribisnis, dari perusahaan raksasa sampai pada organisasi yang di kelola oleh satu orang .
5.    Agribisnis yang berukuran kecil dan harus bersaing di pasar yang relative bebas dengan penjual yang berjumlah banyak dan pembeli yang lebih sedikit.
6.    Falsafah hidup tradisional yang dianut oleh para pekerja agribisnis cendrung membuat agribisnis lebih kolot disbanding bisnis lainnya.
7.    Kenyataan badan usaha agribisnis cendrung berorientasi pada masyarakat.
8.    Kenyataan bahwa agribisnis cendrung berorientasi pada masyarakat, banyak di antaranya terdapat dikota kecil dan pedesaan, dimana hubungan antar perorangan penting dan ikatan bersifat jangka panjang.
9.    Kenyataan bahwa agribisnis bahwa yang sudah menjadi industri raksasa sekali pun sangat bersifat musiman.
10.  Agribisnis bertalian dengan gejala alam.
11.  Dampak dari program dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada agribisnis.Misalnya harga gabah sangat dipengaruhi oleh peraturan pemerintah.

4.  Peranan Agribisnis dalam Pembangunan

Agribisnis sangat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan.Sebagaimana yang kita ketahui agribisnis bergerak pada sector pertanian. Dalam perekonomian Indonesia, agribisnis mempunyai peranan yang sangat penting sehingga mempunyai nilai strategis. Hal ini disebabkan :
1.      Karena mayoritas rumah tangga penduduk Indonesia yang mengusahakan agribisnis dan mayoritas angkatan kerja bekerja di bidang agribisnis,
2.      Agribisnis menyubang pendapatan nasional terbesar,
3.      Kandungan impor dalam usaha agribisnis rendah,
4.      Agribisnis sebagai salah satu sumber devisa, karena sebagian besar devisa dari non migas berasal dari agribisnis,
5.      Kegiatan agribisnis lebih bersifat ramah terhadap lingkungan,
6.      Agribisnis off farm merupakan indunstri yang lebih mudah diakses oleh petani dalam rangka trasformasi structural,
7.      Agribisnis merupakan kegiatan usaha penghasil makanan pokok dan kebutuhan lainnya.
8.      Agribisnis bersifat labor intensive
9.      Mempunyai efek multiplier yang tinggi. Disamping itu, agribisnis merupakan tumpuan utama dalam pemulihan ekonomi dari krisis ekonomi.